Beranda | Artikel
Di Mana Allah (Bagian ke-3)
Senin, 12 November 2012

Perkataan Para Ulama Salaf Dari Masa Ke Masa

Yang Menetapkan Sifat 'Uluw Bagi Allah

Oleh: Dr. Ali Musri Semjan Putra, MA.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta, selawat dan salam buat Nabi terakhir yang membawa peringatan bagi seluruh umat manusia, semoga selawat dan salam juga terlimpahkan buat keuarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan petunjuk Mereka sampai hari kiamat.

Para pembaca yang dirahmati Allah, pada pembahasan yang lalu telah kita sebutkan dalil-dalil dari Al Qur'an dan Sunnah yang menjelaskan sifat 'Uluw (bahwa Allah Maha Tinggi dengan Zat-Nya di atas seluruh makhluk).

Maka pada kesempatan kali ini (bagian ketiga dari bahasan tersebut) kita kemukakan perkataan para ulama salaf dari masa ke masa yang menetapkan sifat 'Uluw bagi Allah. Agar kita mengtahui bagaimana para ulama salaf dalam memahami ayat dan hadits-hadits tentang sifat 'Uluw yang telah kita sebutkan sebahagiannya pada pembahasan yang lalu. Dimana para generasi Salaf tidak mentakwil nash-nash tersebut menurut akal pikiran mereka semata. Akan tetapi mereka mengimani sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang terdapat dalam Al Qur'an dan Sunnah tanpa menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk.

Karena keterbatasan waktu dan begitu banyaknya perkataan mereka yang berkenaan sifat 'Uluw, maka penulis hanya menyebutkan sebahagian kecil dari perkatan mereka yang berkenaan dengan sifat 'Uluw tersebut.

Perkataan mereka tersebut akan kita susun berdasarkan tingkatan masa secara umum, kemudian dari setiap masa kita dahulukan yang lebih tua atau yang lebih mulia.

 

Perkataan Para Sahabat

Para sahabat adalah generasi yang beriman dan berjumpa dengan Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam serta meninggal dalam keadaan beriman. Pemahaman dan keyakinan mereka sangat valit kebenarannya karena menrima langsung tentang penjelasan ajaran Islam dari Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam. Oleh sebab itu kita diperintahkan dalam Al Qur'an dan Sunnah untuk berjalan di atas jalan mereka. Pada kesempatan kali ini kita melacak keyakinan dan perkataan-perkataan mereka tentang penetapan sifat 'Uluw bagi Allah. Berikut kita sebutkan ungkapan sebahagian diantara mereka:

  1. 1.      Perkataan Abu bakar Shiddiiq Radhiallahu ‘anhu.

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال لما قبض رسول الله دخل أبو بكر رضي الله عنه عليه فأكب عليه وقبل جبهته وقال بأبي أنت وأمي طبت حيا وميتا وقال: ((من كان يعبد محمدا فإن محمدا قد مات ومن كان يعبد الله فإن الله في السماء حي لا يموت)).

Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Tatkala Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam wafat, Abu Bakar masuk dan mencium kening Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam lalu berkata: "Aku tebus engkau dengan dengan ayah dan ibuku, sungguh amat baik hidup dam matimu. Barangsiapa menyembah Muhammad, sesungguhnya Muhammad telah wafat. Barangsiapa yang menyembah Allah, sesungguhnya Allah di langit, lagi Maha Hidup tidak akan mati"[1].

Dalam ungkapan Abu bakar Siddiq Radhiallahu ‘anhu di atas terdapat isyarat dengan jelas bahwa Abu Bakar meyakini bahwa Allah di arah Yang Maha Tinggi di atas langit. Ungkapan ini di dengar oleh para sahabat yang sedang melayat Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam, namun tidak ada seorangpun diantara mereka yang mengingkari ungkapan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa para sahabat meyakini hal yang sama dengan apa yang diyakini oleh Abu bakar Radhiallahu ‘anhu. Kalau mereka berbeda pendapat tentu akan terdapat riwayat yang menjelaskannya. Ini adalah sebuah indikasi bahwa para sahabat telah sepakat (ijma') dalam hal mengimani bahwa Allah di atas langit.

  1. 2.      Perkataan Umar bin Khatab Radhiallahu ‘anhu

يروى أن عمر رضي الله عنه  لقيته امرأة يقال لها: خولة بنت ثعلبة، وهو يسير مع الناس فاستوقفته فوقف لها، ودنا منها، وأصغى إليها رأسه، حتى قضت حاجتها وانصرفت، فقال له رجل: ياأمير المؤمنين حبست رجالات قريش على هذه العجوز. قال: "ويحك وتدري من هذه؟ قال: لا. قال: هذه امرأة سمع الله شكواها من فوق سبع سموات، هذه خولة بنت ثعلبة، والله لو لم تنصرف عني إلى الليل ماانصرفت عنها حتى تقضي حاجتها إلا أن تحضر صلاة فأصليها ثم أرجع إليها حتى تقضي حاجتها".

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Umar bin Khtab Radhiallahu ‘anhu bertemu dangan seorang wanita yang bernama Khaulah binti Tsa'labah. Ketika itu Umar Radhiallahu ‘anhu sedang berjalan bersama para sahabat, ketika wanita tersebut meminta Umar berhenti, maka Umar Radhiallahu ‘anhu berhenti dan menghampirinya serta mendengarkannya dengan seksama, sampai wanita tersebut menyampaikan keperluannya dan pergi. Lalu seseorang berkata kepada Umar Radhiallahu ‘anhu: Wahai Amirul Mukminin! Engkau telah menahan para tokoh Quraisy demi wanita tua tersebut. Umar Radhiallahu ‘anhu menjawab: kenapa engkau! Tahukah kamu siapa wanita tersebut? Ia adalah wanita yang didengar aduannya oleh Allah dari atas langit yang tujuh. Ini adalah Khaulah binti Tsa'labah. Demi Allah! Seandainya ia tidak pergi sampai larut malam, niscaya aku pun tidak akan berpaling darinya samapi ia menyelesaikan keperluannya. Kecuali datang waktu shalat maka aku shalat, kemudian aku akan kembali menemuinya sampai ia menyelasaikan keperluannya"[2].

Dalam riwayat lain diesbutkan:

عن عبد الرحمن بن غنم قال : سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه  يقول : "ويل لديان الارض من ديان السماء يوم يلقونه إلا من أمر بالعدل فقضى بالحق ولم يقض على هوى ولا على قرابة ولا على رغبة ولا رهب وجعل كتاب الله مرآة بين عينيه".

Berkata Abduraahman bin Ghanim: aku mendengar Umar bin Khatab Radhiallahu ‘anhu  berkata; "Kahancuran bagi penguasa bumi dari Pengasa langit (Allah) pada hari ia menjumpai-Nya. Kecuali orang yang menyuruh dengan keadilan dan memberi keputusan dengan kebenaran. Ia tidak memutuskan di atas hawa nafsu, tidak juga diatas hubungan kekeluargaan dan tidak pula kerena mengharab dan takut pada sesuatu. Ia menjadikan kitab Allah sebagai kaca di hadapan dua matanya"[3].

Dalam riwayat yang lain disebutkan:

لما قدم عمر رضي الله عنه الشام استقبله الناس وهو على بعيره فقالوا : يا أمير المؤمنين لو ركبت برذونا يلقاك عظماء الناس ووجوههم؟ فقال عمر رضي الله عنه: ألا أريكم ههنا إنما الأمر من ههنا فأشار بيده إلى السماء".

Tatkala Umar Radhiallahu ‘anhu datang dari Syam, para sahabat menyambutnya, lalu mereka berkata kepadanya: Wahai Amirul Mukminin seandainya engaku mau mengendarai kereta raja, agar para tokoh dan pemuka masyarakat menyambutmu! Jawab Umar: alangkah baiknya seandainya aku tidak melihat kalian di sini. Sesungguhnya segala urusan dari arah sana, maka ia menunjuk kearah langit"[4].

Maksud Umar Radhiallahu ‘anhu adalah bahwa yang mengatur segala urusan adalah Allah yang ada di atas langit. Dua ungkapan Umar bin Khatab Radhiallahu ‘anhu yang diriwatakan di atas juga di ucapkan di hadapan para sahabat, namun tidak ada seorangpun yang membantah ucapan Umar Radhiallahu ‘anhu tersebut. Karena hal itu sudah satu hal yang ma'ruf dan mutlak dalam keimanan mereka.

  1. 3.      Perkataan Usman bin 'Affan Radhiallahu ‘anhu:

Diriwayatkan behawa Ustman Radhiallahu ‘anhu berkata dalam khutbahnya yang terakhir:

"الحمد لله الذي دنا في علوه وناء في دنوه لا يبلغ شيء مكانه ولا يمتنع عليه شيء أراده".

"Segala puji bagi Allah yang dekat dalam keMahatinggiannya dan jauh (tinggi) dalam kedekata-Nya. Tiada satupun yang sampai kepada tempat-Nya. Dan tiada satupun yang mampu menghalangi terhadap sesuatu yang diinginkan-Nya"[5].

Kedudukan ungkapan Utsman bin Affan Radhiallahu ‘anhu sama dengan ungkapan Abu Baka dan Umar, ketika ucapan tersebut disampaikan dalam khutbah yang dihadiri oleh seluruh kaum muslim dan para sahabat yang terkemuka. Kalau seandainya Ustman Radhiallahu ‘anhu keliru dalam pernyataanya tentulah akan dibantah oleh para sahabat yang lain. Karena para sahabat tidak pernah mendiamkan sebuah kebatilan apalagi masalah yang amat urgen dalam aqidah.

  1. 4.      Perkataan Abdullah bin Abbbas Radhiallahu ‘anhu.

أن ابن عباس رضي الله عنه  دخل عليها وهي تموت فقال لها: (كنت أحب نساء رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم يكن يحب إلا طيبا وأنزل الله براءتك من فوق سبع سموات).

Bahwasanya Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu datang menyenguk 'Aisyah -saat itu 'Aisyah dalam keadaan mendekati ajalnya, maka ia berkata kepada 'Aisyah: "Engkau adalah wanita yang paling dicintai Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam, ia tidak mencintai kecuali yang baik. Dan Allah menurunkan tentang kesucianmu dari atas langit yang tujuh"[6].

Dalam riwayat yang lain:

في قوله تعالى {ثُمَّ لَآَتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ} "قال ابن عباس لم يستطع ان يقول من فوقهم علم أن الله من فوقهم".

Dalam firman Allah: "Kemudian saya (Iblis) akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Ibnu Abbas berkata: Ia (Iblis) tidak mampu mengatakan dari atas mereka, karena ia tahu bahwa Allah berada di atas mereka"[7].

  1. 5.       Perkataan Ibnu Mas'ud Radhiallahu ‘anhu.

عن ابن مسعود رضي الله عنه  قال: "الله فوق العرش لا يخفى عليه شيء من أعمالكم".

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu ‘anhu, ia berkata: "Allah berada di atas 'Arasy, tidak ada yang tersembunyi atas-Nya sedikitpun dari perbuatan-perbuatan kalian"[8].

Dalam riwayat lain disebutkan:

عن ابن مسعود رضي الله عنه أنه قال من قال سبحان الله والحمد لله والله أكبر تلقاهن ملك فعرج بهن إلى الله عزوجل فلا يمر بملأ من الملائكة إلا استغفروا لقائلهن".

Dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu ‘anhu, ia berkata: barangsiapa membaca subhaanallah, walhamdulillah, wallahu akbar, malaikat menangkapnya dan membawanya naik kepada Allah 'azza wajalla maka tidaklah ia melewati sekelompok malaikat  kecuali memohonkan ampun untuk orang yang mengucapkannya"[9].

Dalam riwayat yang lain disebutkan:

عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: "ما بين السماء الدنيا والتي تليها خمسمائة عام وبين كل سماء مسيرة خمسمائة عام وبين السماء السابعة وبين الكرسي خمسمائة عام، وبين الكرسي وبين الماء خمسمائة عام، والعرش على الماء والله تعالى فوق العرش، وهو يعلم ما أنتم عليه".

Dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu ‘anhu, ia berkata: "Jarak antara langit dunia denga langit di atasnya lima ratu tahun perjalanan. Jarak antara setiap langit adalah lima ratus tahun perjalanan. Jarak antara langit ke tujuh dengan kursi adalah lima ratus tahun, antara kursi dan dan air lima ratus tahun. 'Arasy berada di atas air dan Allah di atas 'Arasy, namun Ia mengetahui apa yang kalian lakukan"[10].

  1. 6.      Perkataan 'Aisyah radhiallahu 'anha.

قالت عائشة رضي الله عنها: "سبحان الذي وسع سمعه الأصوات كان يخفى عليّ بعض  كلام المجادلة، وسمعه الرب عز وجل وهو فوق سبع سموات".

Berkata 'Aisyah radhiallahu 'aha: "Maha Suci Allah yang Maha Mendengar segala suara, tersembunyia atasku sebaghagian perkataan wanita yang bertanya (kepada Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam), namun Allah mendengarnya dan Ia di atas langit yang tujuh"[11].

  1. 7.      Perkatan Zainab radhiallahu 'anha isteri Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam:

قال أَنس بْن مَالِكٍ رضي الله عنه : كَانَتْ زَيْنََ بِنْتِ جَحْشٍ تَفْخَرُ عَلَى نِسَاءِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم وَكَانَتْ تَقُولُ إِنَّ اللَّهَ أَنْكَحَنِى فِى السَّمَاءِ".

Berkata Anas Radhiallahu ‘anhu: Zainab binti Jahsy berbangga diatas para isteri Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam yang lain, ia berkata: sesungguhnya Allah menikahku (dengan Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam) dari langit"[12].

Dalam lafazh yang lain ia berkata:

" زَوَّجَكُنَّ أَهَالِيكُنَّ ، وَزَوَّجَنِي اللَّهُ تَعَالَى مِنْ فَوْقِ سَبْعِ سماوات".

"Kalian dinikahkan oleh orang tua kalian masing-masing, sedangkan aku dinikahkan Allah dari atas langit yang tujuh"[13].

  1. 8.      Perkataan Malik bin Anas.

عن عبد الله بن نافع قال: قال مالك بن أنس رضي الله عنه: الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء".

Abdullah bin Nafi' berkata: berkata Anas bin malik Radhiallahu ‘anhu: "Allah di langit dan ilmu-Nya di setiap tempat, tidak satupun yang luput dari ilmu-Nya"[14].

  1. 9.      Perkataan Abu Zarr Radhiallahu ‘anhu.

عن ابن عباس رضي الله عنهما بلغ أبا ذر مبعث النبي صلى الله عليه وسلم فقال لأخيه: "اعلم لي علم هذا الرجل الذي يزعم أنه يأتيه الخبر من السماء".

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu, tatkala samapai kepada Abu Zarr Radhiallahu ‘anhu berita tentang diutusnya Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam, ia berkata kepada sudaranya: tolong kamu beritahu aku tentang ilmu laki-laki yang mengaku bahwa ia mendapat berita dari langit"[15].

Maksud Abu Zarr Radhiallahu ‘anhu berita dari langit adalah wahyu yang datang dari Allah yang berada di langit.

 

Perkataan Para Tabi'iin Dan Taabi' Taabi'iin.

Berikutnya kita sebutkan perkataan para taabi'iin dan taabi' at taabi'iin sebagai bukti bahwa mereka tetap bepegang teguh dengan apa yang dipahami dan diimani oleh para sahabat. Hal tersebut dibuktikan oleh berbagai ungkapan mereka yang sama dan semakna dengan apa yang diucapkan oleh para sahabat. Mereka tidak pernah memutar balikkan pengertian nash-nash yang menerangkan sifat-sifat Allah. Oleh sebab itu mereka termasuk kedalam generasi terbaik umat ini, karena mereka menerima langsung penjelasan tentang ajaran Islam dari generasi yang langsung belajar kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam yaitu para sahabat. Berikut kita sebutkan ungkapan sebahagian diantara mereka:

  1. 1.      Perkataan Imam Masruuq.

"كان مسروق اذا حدث عن عائشه رضي الله عنها قال حدثتني الصديقة بنت الصديق حبيبة حبيب الله المبرأة من فوق سبع سموات".

Bila Masruuq meriwayatkan hadits dari 'Aisyah radhialhu 'anha ia berkata: "Telah menceritakan kepadaku Wanita terjujur anak laki-laki terjujur, kekasih dari kekasih Allah, yang disucikan dari atas langit yang tujuh"[16].

  1. 2.      Perkataan Imam Qatadah.

قال قتادة: "قالت بنو إسرائيل يا رب أنت في السماء ونحن في الأرض فكيف لنا أن نعرف رضاك وغضبك قال إذا رضيت عنكم استعملت عليكم خياركم وإذا غضبت عليكم استعملت عليكم شراركم".

Berkata imam Qatadah: orang-orang Bani Istrail berkata: "Ya Allah Engkau di langit, kami di bumi! Bagaimana kami bisa mengenal keridhaanMu dan kemurkaanMu. Kata Allah: apabila Aku meridhai kalian, akan Aku angkat orang-orang baik diantara kalian sebagai pemimpin. Apbila Aku murka, akan Aku angkat orang-orang buruk diantara kalian sebagai pemimpin"[17].

  1. 3.      Perkataan Imam Dhahhaak:

عن الضحاك قال: {مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ} [المجادلة/7] قال: هو الله عز وجل على العرش وعلمه معهم".

Dari Imam Dhahhaak: Allah berfirman: "Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya". Dhahhaak berkata: "Ia adalah Allah di atas 'Arasy dan ilmu-Nya bersama mereka"[18].

  1. 4.      Perkataan Imam Muqati bin Hayyan.

عن مقاتل بن حيان في قوله تعالى {مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ} قال هو على عرشه وعلمه معهم.

Diriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan tentang firman Allah: "Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya". Muqatil berkata: "Ia (Allah) berada di atas 'Arasy dan ilmu-Nya bersama mereka"[19].

Dalam riwayat lain:

عن مقاتل بلغنا والله أعلم في قوله عز و جل {هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآَخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ} الأول قبل كل شيء والآخر بعد كل شيء والظاهر فوق كل شيء والباطن أقرب من كل شيء وإنما يعني القرب بعلمه وقدرته وهو فوق عرشه {وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ} [الحديد/3]

Berkata Muqatil dismapaikan kepada kami tentang maksud firman Allah: "Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin". Al Awal adalah sebelum segala sesuatu. Al Akhir adalah setelah segala sesuatu. Azh Zhahir adalah di atas segala sesuatu. Al Baatin adalah dekat dari segala sesuatu, maksudnya adalah dekat dengan ilmu-Nya dan Qutrat-Nya sedangkan Ia (Allah) di atas 'Arasy. "Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu"[20].

  1. 5.      Perkataan Imam Auza'i.

عن محمد بن كثير قال: سمعت الأوزاعي يقول: كنا والتابعون متوافرون نقول: إن الله تعالى ذكره فوق عرشه، ونؤمن بما وردت السنة به من صفاته جل وعلا".

Berkata Muhammad bi Katsiir: aku mendengar Auza'I berkata: "Para Tabi'iin mennyasikkan kami mengatakan: "Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi berada di atas 'Arasy, kami beriman dengan sifat-sifat Allah yang terdapat dalam sunnah"[21].

  1. 6.      Perkataan Abdullah bin Mubaarak.

كان عبد الله بن المبارك يقول نعرف ربنا بأنه فوق سبع سموات على العرش استوى بائن من خلقه ولا نقول كما قالت الجهمية".

Abdullah bin Mubaarak berkata: "Kita mengenal Robb kita dengan bahwa sesungguhnya Dia (Allah) di atas langit yang tujuh di atas 'Arasy, terpisah dari makhluk-Nya. Kita tidak berpendapat sebagaimana pendapat orang-orang Jahmiyah"[22].

  1. 7.      Perkataan Sulaiman Attaimy.

عن صدقة قال: سمعت سليمان التيمي يقول: (لو سئلت أين الله لقلت في السماء).

Berkata Shadaqah: aku mendengar Sulaiman Attaimy berkata: "Seandainya aku ditanya dimana Allah? Aku katakan: di langit"[23].

  1. 8.      Perkataan Abu Hatim Ar Rozy dan Abu Zur'ah Ar Rozy.

عبد الرحمن بن أبي حاتم قال سألت أبي وأبا زرعة رحمهما الله تعالى عن مذهب أهل السنة في أصول الدين وما أدركا عليه العلماء في جميع الأمصار وما يعتقدان من ذلك فقالا : أدركنا العلماء في جميع الأمصار حجازا وعراقا ومصرا وشاما ويمنا فكان من مذهبهم أن الله تبارك وتعالى على عرشه بائن من خلقه كما وصف نفسه بلا كيف أحاط بكل شيء علما ليس كمثله شيء وهو السميع البصير

Berkata Abdurrahman bin Abi Hatim: aku bertanya kepada ayahku (Abu hatim) dan Abu Zur'ah tentang pokok-pokok agama menurut mazhab Ahlussunnah dan dan apa yang diketahui oleh para ulama di suruh negeri? Dan apa yang kamu berdua yakini?. Beliau berdua menjawab: kami mendapati para ulama di seluruh nergeri; Hijaz, Iraq, Mesir, Syam, dan Yaman. Maka di antara mazhab mereka adalah (meyakini) bahwa Allah di atas 'Arasy, terpisah dari makhluk-Nya. Sebagaimana Allah mensifati diri-Nya, tanpa mempertanyakan tentang bentuk (hakikat sifat tersebut) [24]".

  1. 9.      Perkataan Ishaq Bin Rahuyah.

قال إسحاق بن راهويه قال الله تعالى {الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى} [طه/5] أجماع أهل العلم أنه فوق العرش استوى ويعلم كل شيء في أسفل الأرض السابعة".

Berkata Ishaq bin Rahuyah: Allah berfirman: "Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang beristiwaa di atas 'Arsy". Para ulama telah bersepakat bahwa sesungguhnya Allah itu beristiwaa di atas 'Arasy. Dan Ia (Allah) mengetahui segala sesuatu di bawah lapis bumi yang ketujuh" [25].

Perkataan Para Ulama Mazhab Fiqih Yang Empat

Berikut ini kita sebutkan pula perkataan para Imam mazhab fiqih yang emapat. Karena begitu banyak orang yang mengaku mengikuti mereka dalam masalah yang berhubungan dengan hukum fiqih akan tetapi mereka tidak mengikutinya dalam masalah aqidah. Sungguh sangat ironis sekali, yang seharusnya jutsru yang lebih penting adalah mengikutinya dalam masalah aqidah, karena aqidah masalah yang paling urgen dalam agama Islam.

  1. 1.      Perkataan Imam Abu hanifah.

Diriwayatkan bahwa di masa Imam Abu Hanifah ada seorang wanita yang belajar ilmu kalam kepada Jaham pencetus paham Jahmiyah. Lalu wanita tersebut mempengaruhi manusia untuk mengikutinya, sehingga ia memiliki pengekut yang cukup banyak. Lalu wanita tersebut mendatangi Imam Abu hanifah dan berkata kepada Iamam Abu Hanifah: dimana Tuhanmu? Lalu Imam Abu Hanifah menulis jawaban:

"إن الله عزوجل في السماء دون الأرض فقال له رجل أرأيت قول الله عزوجل ( وهو معكم ) قال هو كما تكتب إلى الرجل إني معك وأنت غائب عنه".

"Sesungguhnya Allah di langit bukan di bumi. Lalu seorang lakik-laki berkata kepadanya: bagaimana dengan firman Allah: "Ia (Allah) bersamamu" ? jawab Imam Abu Hanifah: maksudnya adalah sebagaimana engkau menulis surat kepada seseorang: sesungguhnya aku bersamamu, sedangkau tidak di sampingnya"[26].

Dalam riwayat lain Imam Abu hanifah berkata:

"قال أبو حنيفة: من قال لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقد كفر. وكذا من قال إنه على العرش ولا أدري العرش أفي السماء أو في الأرض. والله تعالى يدعى من أعلى لا من أسفل".

"Berkata Imam Abu hanifah: "barangsiapa yang berkata: aku tidak tahu tentang Tuhanku apakah Ia di langit atau di bumi! Maka sesungguhnya ia telah kafir. Demikian pula orang yang berkata: bahwa Ia di atas 'Arasy, namun aku tidak tahu apakah 'Arasy itu di langit atau di bumi. Memohon kepada Allah kearah atas, tidak memohon kearah bawah"[27].

Maksud dari ungkapan Imam Abu hanifah di atas adalah bila ada orang yang tidak mengetahui bahwa Zat Allah Maha Tinggi di atas seluruh makhluk-Nya. Demikian pula orang yang tidak mengatahui tentang posisi 'Arasy sebagai makhluk yang tertinggi, karena hal tersebut berhubungan dengan mengimani sifat Istiwaa bagi Allah di atas 'Arasy.

  1. 2.      Perkataan Imam Malik.

عن عبد الله بن نافع قال: قال مالك بن أنس رحمه الله : « الله عز وجل في السماء ، وعلمه في كل مكان ، لا يخلو من علمه مكان »

Berkata Abdullah bin nafi': Imam Malik berkata: "Allah 'azza wajalla di langit dan ilmu-Nya di setiap tempat, tiada satu tempatpun yang luput dari ilmu-Nya"[28].

  1. 3.      Perkataan Imam Syafi'i.

قال الإمام محمد بن إدريس الشافعي رحمه الله تعالى: "القول في السنة التي أنا عليها ورأيت عليها الذين رأيتهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وأن الله على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء وينـزل إلى السماء الدنيا كيف شاء".

Berkata Imam Syafi'i: "Perkataan tentang sunnah yang aku berada di atasnya dan aku lihat di atasnya orang-orang aku jumpai seperti Sufyan, Malik dan lainnya; mengakui persaksian bahwa tiada yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah. Dan bahwa sesungguhnya Allah di atas 'Arasy di atas langit. Ia mendekati hamba-Nya sesuai cara yang Ia kehendaki dan ia turun kelangit dunia sesuai cara yang Ia kehendaki"[29].

  1. 4.      Perkataan Imam Ahmad bin Hambal.

قال يوسف بن موسى البغدادي: قيل لأبي عبد الله أحمد بن حنبل: «الله عز وجل، فوق السماء السابعة على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه في كل مكان؟. قال: نعم على العرش، وعلمه لا يخلو منه مكان»

Berkata Yusuf bin Musa: dikatakan kepada Imam Ahmad: "Allah di atas langit yang ketujuh di atas 'Arasy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya. Qudrat dan ilmu-Nya di setiap tempat? Jawab Imam Ahmad: Ya di atas 'Arasy, dan ilmu-Nya tidak satupun tempat yang tersembunyi darinya"[30].

Perkataan Abul Hasan Al Asy'ary

Terakhir kita kemukan pandangan Abu hasan Al Asy'ary, sebagai hujjah atas orang-orang Asy 'ariyah yang mengaku mengikuti aqidahnya. Imam Abul Hasan Al Asy'ary berulang kali menegaskan dalam berbagai karya beliau tentang maslah ini. Dimana beliau meyakini bahwa Allah beristiwaa di 'Arasy di atas langit yang ketujuh. Berbeda dengan golongan Asy 'Ariyah, kelompok yang menisbahkan diri kepada beliau, dimana mereka meyakini bahwa Allah berada di mana-mana dengan Zat-Nya, bercampur baur dengan makhluk. Sesungguhnya apa yang mereka nisbahakan kepada Abul hasan Al Asy'ary adalah sebuah kedustaan dan kebohongan demi menutupi kesesatan yang mereka yakini.

Berkata Imam Abul Hasan Al 'Asy'ary dalam kitabnya "Risalah Ila Ahli Tsaghar"[31]:

"وأنه تعالى فوق سمواته على عرشه دون أرضه وقد دل على ذلك بقوله {أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ} [الملك/16] وقال {إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ} [فاطر/10]"

"Bahwa sesungguhnya Allah ta'ala dai atas segala langit di atas 'Arasy, bukan di bumi. Hal tersebut telah ditunjukkan oleh firman Allah: "Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu". Dan firman-Nya: "Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baikdan amal yang saleh dinaikkan-Nya".

Kemudian beliau menjelaskan pula dalam kitab beliau "Maqaalaat Islamiyiin[32]" tentang perkataan Ahli hadits dan Ahlussunnah:

"جملة ما عليه أهل الحديث والسنة والاقرار بالله وملائكته وكتبه ورسله وما جاء من عند الله وما رواه الثقات عن رسول الله صلى الله عليه وسلم … وأن الله سبحانه على عرشه كما قال "الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى [طه/5]".

"Pokok-pokok keyakinan Ahlul Hadits dan Sunnah, yaitu; beriman dengan Allah, kepada para malaikat, kitab-kitab suci, kepada para rasul, dan segala apa yang datang dari Allah serta apa yang diriwayatkan oleh para ulama yang tsiqoh (terpercaya) dari Raulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam …dan bahwa sesungguhnya Allah di atas 'Arasy sebgaimana firman-Nya: "Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang beristiwaa di atas 'Arsy".

Sebahagian orang mencoba mengingkari perkataannya tersebut dari Imam Abul Hasan Al Asy'ary pada hal Ibnu 'Asaakir menukil perkataan yang sama dalam kitabnya "Tabyiin Kazbil Muftary[33]". Disini Ibnu 'Asakir ingin membutikan kedustaan orang yang berbuat bohong atas nama Abul Hasan Al Asy'ary.

Demikian pula beliau nyatakan dalam kitab beliau "Al Ibaanah" yang sebahagian besar kandungannya di nukil oleh Ibnu 'Asakir dalam kitabnya "Tabyiin Kazbil Muftary[34]" termasuk bagian yang menyatakan tentang masalah Istiwaa Allah di atas 'Arasy. Bahkan dalam kitab "Al Ibaanah" beliau kemukakan dalil-dalil tentang Istiwaa dan 'Uluw yang lebih banyak lagi. Berikut ini nukilan dari kitab "Al Ibaanah"[35]:

((الباب السابع ذكر الاستواء على العرش)) إن قال قائل: ما تقولون في الاستواء ؟ قيل له: نقول: إن الله عز و جل يستوي على عرشه استواء يليق به كما قال: {الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى} [طه/5] وقد قال تعالى : {إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ} [فاطر/10] وقال تعالى : {بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ} [النساء/158] وقال تعالى : {يُدَبِّرُ الْأَمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ} [السجدة/5] وقال تعالى حاكيا عن فرعون لعنه الله : {يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ (36) أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا} [غافر/36، 37] كذّب [فرعون نبي الله] موسى عليه السلام في قوله: إن الله سبحانه فوق السماوات.

وقال تعالى : {أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ} [الملك/16]

 فالسماوات فوقها العرش فلما كان العرش فوق السماوات قال : {أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ} لأنه مستو على العرش الذي فوق السماوات وكل ما علا فهو سماء والعرش أعلى السماوات وليس إذا قال: {أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ} يعني جميع السماوات، وإنما أراد العرش الذي هو أعلى السماوات …

ورأينا المسلمين جميعا يرفعون أيديهم إذا دعوا نحو السماء لأن الله تعالى مستو على العرش الذي هو فوق السماوات فلولا أن الله عز و جل على العرش لم يرفعوا أيديهم نحو العرش، كما لا يحطونها إذا دعوا إلى الأرض.

"Bab Yang Ketujuh: Penjelasan Istiwaa di atas 'Arasy.

"Jika ada yang bertanya: bagaimana pendapat kamu tentang Istiwaa? Jawaban untuknya: Sesungguhnya Allah beristiwaa di atas 'Arasy, yaitu Istiwaa yang sesuai dengan (keagungan)-Nya. Sebagaimana Allah berfirman: "Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang beristiwaa di atas 'Arsy". Dan firman-Nya: "Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baikdan amal yang saleh dinaikkan-Nya". Dan firman-Nya: "Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya". Dan firman-Nya: "Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya". Dan Allah menceritakan tentang Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta". Fir'aun ingin tidak mempercayai nabi Allah Musa u dalam ungkapannya: sesungguhnya Allah di atas seluruh langit.

Allah berfirman: "Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu".

Di atas semua langit adalah 'Arasy. Tatkala 'Arasy di atas semua langit, Allah berfirman: "Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit". Karena Allah beristiwaa di atas 'Arasy yang di atas semua langit. Setiap arah yang tinggi disebut langit, 'Arasy adalah langit yang paling tinggi. Bukalah maksud dari firman Allah: "Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit". Yaitu semua langit, akan tetapi maksud-Nya adalah 'Arasy yang lebih tinggi di atas semua langit…

Dan kita juga menyasikan seluruh kaum muslimin mengangkat tanganya apabila berdo'a ke arah langit, karena Allah beristiwaa di atas 'Arasy yang di atas seluruh langit. Jika seandanya Allah tidak di atas 'Arasy niscaya mereka tidak akan mengakat tangannya ke arah 'Arasy. demikian pula mereka tidak pernah ketika mereka berdo'a meletakkan tangannya ke bumi.

Apakah orang-orang Asya'irah akan tetap memilih kesombongan dari pada mengikuti petunjuk yang telah jelas bagaikan matahari disiang bolong!

Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:     «الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ ». رواه مسلم.

"Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain"[36].

Ya Allah berilah petunjuk siapa saja dianatara kami yang tergelincir dari kebenaran. Sesungguhnya Engakau menunjukki siapa yang Engkau kehendaki dan menyesatkan siapa yang Engkau kehendaki.

 

[1]  Lihat: "Itsbat shifatil 'Uluw"/Ibnu Qudamah: 148, dan "Ijtimaa' Al Juyusy Al Islamiyah/Ibnul Qoyyim: 118.

[2]  Lihat: "Itsbat shifatil 'Uluw"/Ibnu Qudamah: 149, dan "Ijtimaa' Al Juyusy Al Islamiyah/Ibnul Qoyyim: 120.

[3]  Lihat: "Mukhtashar Al'Uluw"/Dzahaby, hal: 75.

[4]  Lihat: "Mukhtashar Al 'Uluw"/Dzahaby: 75.

[5]  Lihat: "Ar Raddu 'Allal Jahmiyah"/Daarimiy: 58.

[6]  Lihat: "Mukhtashar Al 'Uluw"/Dzahaby: 75.

[7]  Lihat: "Itsbat shifatil 'Uluw"/Ibnu Qudamah: 106, dan "Ijtimaa' Al Juyusy Al Islamiyah/Ibnul Qoyyim: 124.

[8]  Lihat: "Mukhtashar Al 'Uluw"/Dzahaby: 75.

[9]  Lihat: "Al 'Uluw"/Dzahaby: 79.

[10]  Lihat: "Ar raddu 'Alal Jahmiyah"/Darimy: 55, dan "Al 'Uluw"/Dzahaby: 45.

[11]  Lihat: "kitab Tauhid"/Ibnu Khuzaimah: 1/107, dan "Al Hujjah"/ Al Ashfahaany: 1/198.

[12]  Lihat: "Shahih Bukhari": 6/2700.

[13]  Lihat: "Shahih Bukhari": 6/2699.

[14]  Lihat: "Mukhtashar Al 'Uluw"/Dzahaby: 75.

[15]  Lihat: "Sahih Bukhary": 6/2701.

[16]  Lihat: "Itsbat Shifatil 'Uluw"/Ibnu Qudamah: 110, dan "Al 'Uluw"/Dzahaby: 121-122.

[17]  Lihat: "Ar Raddu 'Alal Jahmiyah/Darimy: 59, dan "Mukhtashar Al 'Uluw": 75.

[18]  Lihat: "Al Asmaa was Shifaat/Baihaqy: 2/447 .

[19]  Lihat: "Mukhtashar Al 'Uluw"/Dzahaby: 75 .

[20]  Lihat: "Al Asmaa was Shifaat"/Baihaqy: 2/342 .

[21]  Lihat: "Al Asmaa was Shifaat/Baihaqy: 2/408 .

[22]  Lihat: "Ar Raddu 'Al jahmiyah"/Darimy: 47, dan "Al Asmaa was Shifaat/Baihaqy: 2/440.

[23]  Lihat: "Mukhtashar Al 'Uluw"/Dzahaby: 75.

[24]  Lihat: "Mukhtashar Al 'Uluw"/Dzahaby: 75.

[25]  Lihat: "Al 'Uluw"/Dzahaby: 179.

[26]  Lihat: "Al 'Uluw"/Dzahaby: 134, dan "Al Asmaa was Shifaat"/Baihaqy: 2/442.

[27]  Lihat: "Al Fiqhul Akbar"/Abu HAnifah: 135.

[28]  Lihat: "Asy Syari'ah"/ Al Ajurry, no (651), (652), dan "Syarah Ushul I'tiqaad"/ Al Laa lakaai, no (516).

[29]  Lihat: "Istbat Sifatil 'Uluw"/ Ibnu Qudamah: 124, dan "Al 'Uluw"/Dzahaby: 165.

[30]  Lihat: "Mukhtashar Al 'Uluw"/Dzahaby: 75, dan "Syarah Ushul I'tiqaad"/ Al Laa lakaai, no (517).

[31]  Lihat: Hal: 130.

[32]  Lihat: Hal: 345.

[33]  Lihat: Hal: 158.

[34]  Lihat: Hal: 158.

[35]  Lihat: Hal: 97-98.

[36]  HR. Muslim no (275).

 


Artikel asli: https://dzikra.com/di-mana-allah-bagian-ke-3/